Ibu Gedong dan Gus Dur: Persahabatan Hindu dan Islam
Ibu Gedong Bagoes Oka atau terlahir dengan nama Ni Wayan Gedong (lahir 1921) adalah perempuan Hindu Bali yang dikenal sebagai perempuan penggerak perdamaian.
Beliau mulai berkenalan dengan Mahatma Gandhi tokoh pejuang kemerdekaan India dari kolonialisasi Inggris yang memobilisasi gerakan pemerdekaan dengan beberapa metode politik spiritual yang terkenal; Ahimsa (emoh kekerasan), Swadesi (kemandirian), Satyagraha (kekuatan kebenaran). Pada diri Mahatma Gandhi, Ibu Gedong menemukan spirit yang dirindukan dari ajaran Hindu yang terbuka dengan berbagai ajaran. Sebagaimana Mahatma Gandhi, Ibu Gendong banyak mendapati ajaran-ajaran kebaikan dalam agama Hindu ditemukan juga dalam kitab suci lain, seperti Injil dan Alquran.
Melihat penampilan dan sosok Ibu Gedong, sangat terasa penghayatannya atas ajaran Mahatma Gandhi, bahwa ‘Seluruh kekayaan di bumi ini cukup untuk semua orang, kecuali bila ada yang serakah’.
Dalam menyebarkan spirit Gandhian, Ibu Gedong bertemu dan menjalin persahabatan saling menguatkan dengan banyak tokoh perdamaian dan aktifis pro demokrasi dari berbagai latar belakang agama. Salah satu lembaga yang menjadi ruang perjumpaan persahabatan ini adalah Institut DIAN/Interfidei di Yogyakarta. Di lembaga ini, beliau menjalin persahabatan dengan Gus Dur.
Saat Ibu Gedong meninggal dunia, meninggal 14 November 2002, almarhum Gus Dur turut hadir bersama Dr. Th. Sumartana dan para sahabat penggerak perdamaian dalam upacara palebon (upacara kremasi dalam Hindu Bali), dan memberikan kesaksian tentang keluhuran budi baik Ibu Gedong serta ketekunanannya dalam gerakan perdamaian hingga melewati batas agama, budaya dan negara.
"Satu hal yang saya tidak bisa meniru dari beliau adalah kesederhanaannya,” demikian menurut Gus Dur.
Dinukil dari tulisan Listia Suprobo di @alif__id .
Inframe : Bu Gedong dan Gus Dur
Ibu Gedong Bagoes Oka atau terlahir dengan nama Ni Wayan Gedong (lahir 1921) adalah perempuan Hindu Bali yang dikenal sebagai perempuan penggerak perdamaian.
Beliau mulai berkenalan dengan Mahatma Gandhi tokoh pejuang kemerdekaan India dari kolonialisasi Inggris yang memobilisasi gerakan pemerdekaan dengan beberapa metode politik spiritual yang terkenal; Ahimsa (emoh kekerasan), Swadesi (kemandirian), Satyagraha (kekuatan kebenaran). Pada diri Mahatma Gandhi, Ibu Gedong menemukan spirit yang dirindukan dari ajaran Hindu yang terbuka dengan berbagai ajaran. Sebagaimana Mahatma Gandhi, Ibu Gendong banyak mendapati ajaran-ajaran kebaikan dalam agama Hindu ditemukan juga dalam kitab suci lain, seperti Injil dan Alquran.
Melihat penampilan dan sosok Ibu Gedong, sangat terasa penghayatannya atas ajaran Mahatma Gandhi, bahwa ‘Seluruh kekayaan di bumi ini cukup untuk semua orang, kecuali bila ada yang serakah’.
Dalam menyebarkan spirit Gandhian, Ibu Gedong bertemu dan menjalin persahabatan saling menguatkan dengan banyak tokoh perdamaian dan aktifis pro demokrasi dari berbagai latar belakang agama. Salah satu lembaga yang menjadi ruang perjumpaan persahabatan ini adalah Institut DIAN/Interfidei di Yogyakarta. Di lembaga ini, beliau menjalin persahabatan dengan Gus Dur.
Saat Ibu Gedong meninggal dunia, meninggal 14 November 2002, almarhum Gus Dur turut hadir bersama Dr. Th. Sumartana dan para sahabat penggerak perdamaian dalam upacara palebon (upacara kremasi dalam Hindu Bali), dan memberikan kesaksian tentang keluhuran budi baik Ibu Gedong serta ketekunanannya dalam gerakan perdamaian hingga melewati batas agama, budaya dan negara.
"Satu hal yang saya tidak bisa meniru dari beliau adalah kesederhanaannya,” demikian menurut Gus Dur.
Dinukil dari tulisan Listia Suprobo di @alif__id .
Inframe : Bu Gedong dan Gus Dur
Comments
Post a Comment